selamat datang

kunjungan anda sangat berarti bagi saya apalagi jika berkomentar dan memberi masukan..pun disini tempat wahana komunikasi dan sarana bertukar pikiran..
terima kasih atas kunjungannya

Tentang Saya

Foto saya
makassar, sul-sel, Indonesia
teman adalah orng yg dpt membuat kita menangis terharu bukan yg bisa membuat kita tertawa terbahak-bahak

15 Juli 2009

"Mandikan Alif, Bunda"

Alifya, anak mereka lahir ketika Rani baru saja diangkat sebagai Staf Diplomat bertepatan dengan tuntasnya suami Rani meraih PhD. Ketika Alif, panggilan untuk puteranya itu berusia 6 bulan, kesibukan Rani semakin menggila saja. Frekuensi terbang dari satu kota ke kota lain dan dari satu negara ke negara lain makin meninggi.
Saya pernah bertanya , "Alif ga terlalu kecil untuk sering ditinggal ?"Dengan sigap Rani menjawab : " Saya sudah mempersiapkan segala sesuatunya.Everything is ok." Dan itu betul-betul ia buktikan. Perawatan dan perhatian anaknya walaupun lebih banyak dilimpahkan ke baby sitter betul-betul mengagumkan. Alif tumbuh menjadi anak yang lincah, cerdas dan pengertian. Kakek neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada cucu semata wayang itu tentang ibu-bapaknya." Contohlah ayah-bunda Alif kalau Alif besar nanti." Begitu selalu nenek Alif bilang disela-sela dongeng menjelang tidurnya. Tidak salah memang. Siapa yang tidak ingin memiliki anak atau cucu yang berhasil dalam bidang akademis dan pekerjaannya. Ketika Alif berusia 3 tahun, Rani bercerita kalau Alif minta adik. Waktu itu Ia dan suaminya menjelaskan dengan penuh kasih-sayang bahwa kesibukan mereka belum memungkinkan untuk menghadirkan seorang adik buat Alif. Lagi-lagi bocah kecil ini "dapat memahami" orang tuanya.Mengagumkan memang. Alif bukan tipe anak yang suka merengek. Kalau kedua orang tuanya pulang larut, ia jarang sekali ngambek. Cerita Rani, Alif selalu menyambutnya dengan penuh kebahagiaan. Rani bahkan menyebutnya malaikat kecil. Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua orang tua sibuk, Alif tetap tumbuh penuh cinta. Diam-diam hati kecil saya menginginkan anak seperti Alif.

Suatu hari, menjelang Rani berangkat ke kantor, entah mengapa Alif menolak dimandikan baby-sitternya. " Alif ingin bunda yang mandiin." Tentu saja Rani yang dari detik ke detik waktunya sangat diperhitungkan, jadi gelisah. Akhirnya, suaminya turut membujuk agar Alif mau mandi dengan tante Mien, baby-sitternya. Persitiwa ini berulang sampai hampir sepekan," Bunda, mandiin Alif?" begitu setiap pagi. Rani dan suaminya berpikir, mungkin karena Alif sedang dalam masa peralihan ke masa sekolah jadinya agak minta perhatian.Suatu sore, saya dikejutkan telponnya Mien, sang baby sitter. " Bu, Alif deman dan kejang-kejang, Sekarang di Emergency". Saya pun ngebut ke UGD. But it was too late. Allah sudah punya rencana lain. Alif, meninggal dunia.Rani, bundanya tercinta, yang ketika diberi tahu sedang meresmikan kantor barunya, shock berat. Setibanya di rumah, satu-satunya keinginannya adalah memandikan anaknya. Dan itu memang ia lakukan, meski setelah tubuh si kecil terbaring kaku. " Ini bunda, Lif. Bunda mandiin Alif." Ucapnya lirih, tapi teramat pedih.Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil, kami masih berdiri mematung. Hening sejenak. Angin senja berbaur aroma kamboja. Tiba-tiba Rani tertunduk. " Aku ibunya, " Bangunlah Lif. Bunda mau mandiin Alif. Beri kesempatan bunda sekali lagi, Lif". Rintihan itu begitu menyayat. Detik berikutnya ia bersimpuh sambil mengais-ngais tanah merah ?

saya tidak ingin membahas perbedaan sudut pandang pembagian tugas suami isteri. Hanya saja, sekiranya si kecil kita juga bergelayut : "Mandiin aku, Bunda ." Akankah kita menolak ?
sebuah entri dari tmn...